Hatiku meringis saat melihat dan mendengar sendiri kisah mereka. Dua orang wanita tua yang bahkan umurnya lebih tua dari nenekku. Wanita tua yang ditinggal mati oleh suaminya dan tidak memiliki anak, dan seorang perawan tua yang belum menikah sampai usianya sekarang ini. Mereka kakak beradik,dan tinggal berdua saja pada gubuk reot yang sudah tidak layak ditempati. Barang-barang rongsokan dan barang-barang bekas yanng mereka kumpulkan mmenuhi halaman rumah mereka yang sangat sempit.pohon-pohon besar yang berada di halaman seakan menutupi rumah mereka. Sungguh sangat sulit dipercaya, mereka dapat bertahan dalam kerasnya kehidupan di kota besar tanpa adanya perlindungan dari anak dan suami mereka bahkan dari pemerintah. Mereka sangat menginspirasikan penulis muda sepertiku yang sangat menyukai hal-hal seperti ini, dan mereka tidak sungkan untuk menceritakan pengalaman hidup mereka yang sangat pahit.
Nenek perawan yang usianya sekitar 70 th-an bertindak sebagai tulang punggung keluarga. Setiap hari ia mengumpulkan bunga kamboja dan mengeringkannya. Di kota bunga kering itu ada saja yang membelinya untuk dijadikan bahan tambahan pembuatan dupa. Sesekali ia juga mengumpulkan gelas-gelas bekas kemasan air mineral dan sejenisnya untuk dijual kepengepul. Penghasilannya perhari tidak menentu,apalagi musim hujan ia tidak dapat mengeringkan bunga kamboja, alhasil bunga menjadi lembab dan akhirnya busuk. Harga bunga kamboja kering per kilonya adalah sekitar Rp 15.000,- . sedangkan untuk mengumpulkan bunga sampai sekilo membutuhkan waktu sampai lebih dari 15hari. Bisa dibayangkan makanan apa yang mereka makan agar uang itu mencukupi? Bahkan suatu hari nenek-nenek tua itu pernah tidak makan dan hanya munim air saja. Tak habis piki, dengan tenaganya yang sangat renta ia harus mengelilingi berbagai tempat untuk mendapatkan segenggam bunga. Terkadang saking sibuknya mencarii bunga, ia lupa seberapa jauhnya ia telah melangkah dan sesampainya dirumah hari sudah malam.
Kakaknya yang sudah tak sanggup berjalan, hanya menunggu adiknya di rumah. Ia berharap agar adiknya pulang dengan selamat, dan membawa beras untuk dimasak. Bila adiknya pulang malam, rumah mereka pasti akan gelap gulita karena kakaknya sudah tidak sanggup lagi berjalan walau hanya sekedar menghidupkan lentera. Ia hanya bisa berdoa, agar adiknya cepat pulang. Terkadang terbersit rasa khwatir dan diselimuti rasa takut. Takut kalau terjadi sesuatu pada adiknya. Takut jikalau ditinggal sendiri dan ia tidak dapat menahan lapar dan akhirnya meninggal. Takut kalau hari ini sama dengan hari-hari kemarin, adiknya idak membawa makanan sedikitpun. Makan nasi akingpun adalah suatu anugerah. ASTAGA! Tidak ada seorangpun yang peduli pada mereka. Tidak ada seorangpun yang tergerak hatinya saat melihat kondisi kedua nenek tua itu.
Begitu beratkah hidup ini? Begitu banyakkah dosa yang telah hamba perbuat? Tidakkah ada surga dunia untuk kami berdua? –itu adalah keluhan yang mungkin mereka rasakan. Mereka bukanlah titisan orang yang berasal dari neraka.
Tetapi mereka adalah utusan dari surga untu menyadarkan hati kita semua, dari begitu berat perjalanan hidup mereka, mereka tidak lupa untuk sembahyang, berdoa, memohon hehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Memohon ampun dan bersyukur atas perjalanan hidup yang mereka lalui. Tak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan mereka berdua,agar mereka dapat sekedar mengisiperut mereka yang kerput, agar dapat hidup dan menikmati keindahan dunia yang tiada ujung, agar mereka dapat bertahan tanpa bantuan orang-orang, agar mereka dapat menjadi tauladan bagi orang-orang yang sedang mencari jati diri seperti kita ini.
Dari perjalanan hidup kedua nenek tua itu, hal yang dapat dipetik adalah ketegaran dalam menjalani hidup, pantang menyerah, rasa kekeluargaan yang tinggi, kehangatan dalam persaudaraan, mensyukuri semau yang mereka miliki, dan selalu berterima kasih.
By F_Three ^.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar